Legenda Buntu Sarira Toraja, Gunung Hasil Kemarahan Penguasa Langit

Legenda Buntu Sarira, menarik untuk kita bahas! Buntu Sarira atau Gunung Sarira merupakan salah satu destinasi wisata di Tana Toraja. Letaknya berada di Kelurahan Sarira, Kecamatan Makale Utara, Kabupaten Tana Toraja. 
 
Pesona dan panorama alam yang menakjubkan itu, ternyata memiliki legenda unik. Penasaran? Langsung saja menyimak ulasan legenda Buntu Sarira.
 

Legenda Buntu Sarira, Tangga Penghubung Langit dan Bumi

Menurut kisah yang diceritakan secara turun-temurun, Buntu Sarira dulunya merupakan tangga penghubung antara langit dan bumi. Ketika itu, hubungan manusia dengan para penghuni langit masih cukup erat. Bahkan mereka bisa setiap saat berkunjung ke bumi maupun negeri langit secara mudah, melewati tangga di Buntu Sarira.

Terlebih ketika manusia berencana menggelar suatu acara, mereka akan pergi ke langit untuk meminta saran perihal boleh atau tidak hal itu dilakukan. Begitu pun dengan penghuni langit terutama Puang Matua, yang sering bertandang ke bumi guna mengontrol kehidupan manusia.

Hingga tiba suatu hari, seorang manusia mengunjungi tempat tinggal Puang Matua di langit. Ia melewati ruang dapur dan melihat sebuah benda. Tanpa berpikir panjang, manusia itu langsung mengambilnya. Setelah ditelusuri ternyata benda itu merupakan pemantik ajaib untuk menyalakan api di langit.

Semua penghuni di langit tentu saja gempar karena pemantik ajaibnya hilang. Tak terkecuali Puang Matua yang langsung mengutus dewa sakti untuk mencari batu tersebut. Kesalahan satu ini membuat kemarahannya memuncak.

Kesalahan Kedua yang Membuat Puang Matua Murka

Meski masih memiliki sedikit perasaan sakit hati perihal kecurigaannya pada manusia. Namun hal itu tak lantas membuat Puang Matua memutuskan hubungan kekerabatan dengan orang-orang bumi.

Legenda Buntu Sarira bermula ketika seorang bangsawan di Tana Toraja bernama Londong Di Rura, berencana menikahkan putra dan putrinya. Mengingat saat itu di kawasan tempat tinggal Londong Di Rura hanya ada beberapa penduduk. 
 
Sehingga untuk mencari jodoh dari luar kerabat sepertinya tidak mungkin. Maka saat putra dan putri Londong Di Rura sudah dewasa, ia memutuskan untuk menikahkan keduanya. 
 
Seperti biasa sebelum hari ditetapkan masyarakat harus meminta izin terlebih dulu kepada petinggi langit.
Londong Di Rura memerintahkan seorang hamba yakni Mangi, untuk menghadap Puang Matua di langit. Mangi langsung mengiyakan perintah tersebut dan mengatakan akan kembali secepatnya ketika semua urusan selesai.

Alih-alih melakukan apa yang diperintahkan, Mangi justru memiliki rencana buruk untuk menghancurkan acara sang bangsawan. Hal tersebut disebabkan adanya faktor dendam, mengingat Mangi pernah sakit hati karena perlakuan Londong Di Rura.

Kekerabatan Langit dan Bumi yang Runtuh dalam Sekejap

Mangi bersembunyi di semak-semak selama hampir semalaman. Ketika pagi tiba, ia kembali ke rumah Londong Di Rura dan mengabarkan perintah bohong.

 “Puang Matua di langit merestui dan ikut bahagia pada rencana tuan. Para dewa juga akan turun ke bumi, ketika tuan mengadakan pesta pernikahan nanti. Namun sebelum itu, tuan harus menggelar upacara Ma’bua terlebih dahulu.” Ujarnya.

Mendengar syarat itu, Londong Di Rura tentu saja luluh dan langsung melakukan persiapan. Sementara Puang Matua di langit yang mendapatkan firasat kurang baik. Ia memutuskan turun ke bumi dan langsung terkejut dengan apa yang dijumpai. Kemarahannya langsung memuncak dan tidak bisa ditahan lagi.
Melihat raut wajah Puang Matua yang begitu kecewa ketika mendengarkan penjelasannya. 
 
Membuat Londong Di Rura sadar kalau ternyata Mangi berbohong. Sampai di kayangan, Puang Matua langsung menendang tangga yang menjadi penghubung bumi dan langit. Dalam sekejap suasana bumi langsung luluh lantah.

Menurut keyakinan masyarakat, runtuhan bebatuan tangga akhirnya membentuk pegunungan yang membentang dari Kabupaten Enrekang sampai ke Tana Toraja. Itulah legenda Buntu Sarira atau Gunung Sarira yang masih diceritakan hingga kini.

Post a Comment for "Legenda Buntu Sarira Toraja, Gunung Hasil Kemarahan Penguasa Langit"