Uniknya Tradisi Sisemba Di Toraja Sebagai Wujud Rasa Syukur


Tradisi Sisemba Di Toraja - Tidak hanya sebagai sumber mata pencaharian dan makanan pokok, padi bagi masyarakat Tana Toraja memiliki banyak makna. Selain itu, padi juga memiliki nilai budaya, seperti saat panen padi. 
 
Hasil kerja keras panen menjadi hal yang dipenuhi dengan syukur dan doa bagi masyarakat. Sebagai wujud rasa syukur, masyarakat Tana Toraja melaksanakan ritual Sisemba Toraja, sebuah tradisi adu kaki seusai panen padi.

Tradisi Sisemba Di Toraja Sebagai Wujud Rasa Syukur

Menariknya, tradisi adu kaki ini adalah satu dari banyaknya tradisi orang Toraja yang terbilang unik dan mungkin menjadi satu-satunya di Indonesia ataupun dunia. Sisemba sendiri merupakan tradisi turun temurun dari masyarakat Toraja.

Setiap tahunnya, warga akan menggelar tradisi pesta panen dengan membawa berbagai makanan khas, seperti peong atau nasi bambu. Tradisi ini tidak hanya permainan adu kaki atau hiburan semata, tetapi juga diyakini bisa mengantisipasi gagal panen. Selain itu juga bisa meningkatkan hasil pertanian tahun berikutnya.

Kegiatan Dilakukan Secara Massal

Tidak hanya anak-anak saja, ritual ini bisa dilakukan orang dewasa. Tradisi ini biasanya dimulai dengan pertarungan antar kelompok terdiri dari anak-anak usia 10 hingga 15 tahun. Saat pertarungan anak-anak ini selesai, mereka menepi dan para petarung remaja serta orang dewasa mulai berkumpul.

Setelah itu mereka mulai berkumpul dan mengambil alih area permainan. Peserta dari Sisemba Toraja ini selalu membludak karena memang dilakukan secara massal, tetapi hanya dilakukan oleh kaum pria saja.
 
Hal ini karena permainannya cukup keras dan terlihat brutal, sehingga risiko akan mengalami cedera cukup tinggi. Meskipun begitu kecelakaan serius jarang terjadi di dalam permainan ini.

Tidak Boleh Menyerang Lawan yang Terjatuh

Peserta yang jatuh atau terlepas dari genggaman tangan pasangan tidak boleh diserang oleh kubu lawan. Tentunya setelah terlepas langsung segera mengangkat kedua tangan yang bertanda tidak siap menerima serangan.

Agar pertarungan bisa berlangsung sportif dan aman, maka tokoh adat atau warga yang dituakan berjaga-jaga di sekitar petarung. Tokoh ini akan bertindak sebagai wasit untuk mengawasi dan memisahkan peserta yang dianggap bermain terlalu kasar atau berlebihan.

Tradisi ini dimainkan oleh dua kubu atau dua kelompok petarung yang berbeda. Bisanya antar warga kampung menjadi tuan rumah penyelenggaraan pesta panen versus warga dari kampung tetangga.

Permainan yang hanya melibatkan kaki ini, para petarung dari setiap kubu wajib untuk berpasangan dengan bergandengan tangan. Baik nanti saat menyerang lawan maupun dalam posis bertahan. Tidak diperbolehkan untuk menyerang lawan menggunakan tangan, seperti memukul atau menampar.

Tradisi Turun-temurun

Tradisi Sisemba Toraja digelar dengan tari Ma’gellu dan Ma’lambuk atau menumbuk padi secara beramai-ramai. Para tetua adat akan memberi wejangan berisi pesan leluhur tentang aturan bertani. Warga yang datang akan disuguhkan tarian Ma'gellu.

Tarian ini sendiri memiliki makna sebagai rasa ungkapan syukur terhadap Tuhan atas hasil panen yang berlimpah. Dengan tradisi Sisemba ini akan menumbuhkan rasa persaudaraan yang tinggi, meskipun rasa sakit melanda kaki para petarung.

Bahkan tidak sedikit dari mereka ada yang meringis kesakitan akibat pertandingan ini. Acara yang dimeriahkan oleh ratusan warga tersebut juga menjadi ajang silaturahmi. Hal ini tentu untuk warga kampung sebagai cara untuk mempererat tali persaudaraan sekaligus menghindari permusuhan.

Seusai Tradisi Sisemba Di Toraja ini selesai, para pemain akan beriringan pulang dengan perasaan gembira. Hingga kini, masyarakat Toraja masih dengan baik mempertahankan tradisi Sisemba.

Post a Comment for "Uniknya Tradisi Sisemba Di Toraja Sebagai Wujud Rasa Syukur"