Mengulas Sejarah Kain Tenun Toraja dan Perkembangannya Hingga Kini


TONDOK TORAYA - Sejarah kain tenun Toraja, menarik untuk kita bahas. Kain tradisional dari seluruh penjuru tanah air, memang selalu memiliki cerita atau filosofinya masing-masing. Makna yang ada di setiap motif kainnya pun beragam.

Tak hanya sebagai identitas serta keunikan sebuah daerah, kain tradisional biasanya juga dipakai ketika acara-acara penting. Seperti upacara keagamaan, ritual adat, dan masih banyak lagi. Tak terkecuali dengan kain tenun buatan asli Suku Toraja.

Mengulas Sejarah Kain Tenun Toraja

Awal mulanya, sejarah kain tenun Toraja memang sulit diketahui. Tidak ada bukti-bukti pendukung yang mampu menjelaskan tentang perkembangannya hingga sekarang. Seperti proses tenunnya, alat yang digunakan, serta metode pewarnaan maupun pembuatan coraknya di zaman dahulu.

Meski begitu beberapa tetua adat menjelaskan, proses pembuatan kain tenun Toraja telah ada sejak masyarakat membangun tempat tinggal yang representatif. Beberapa masyarakat juga percaya jika motif hias tersebut terinspirasi dari ukiran-ukiran pada rumah Tongkonan.

Tenun Toraja sendiri dulunya terbuat dari serat kayu. Seiring dengan berjalannya waktu, material yang digunakan beralih ke serat nanas. Konon, hasil kainnya banyak dimanfaatkan untuk membungkus mayat. Mengingat sifat kainnya yang memiliki daya serap cukup baik.

Setelah para pedagang Gujarat dan India masuk ke Indonesia tepatnya mendarat di Palopo. Sebuah kawasan pantai di sebelah barat Toraja atau kurang lebih 60 kilometer dari Rantepao. Masyarakat mulai mempelajari teknik pemintalan serat kapas, sebagai bahan baku pembuatan kain.

Masyarakat belum mengganti keseluruhan bahan baku kain kain tenun. Melainkan memadukan bahan terdahulu yakni serat nanas dengan campuran kapas. Sehingga hasil kainnya pun lebih halus dan nyaman untuk mereka kenakan. Dalam ulasan sejarah kain tenun Toraja, masyarakat zaman dahulu begitu menghargai karya ini.

Bahkan tenun yang dihasilkan juga menjadi lambang status sosial, serta ukuran kemakmuran bagi para pemiliknya. Sehingga dahulu kala, hanya kalangan bangsawan yang bisa memakai kain tenun Toraja. Penggunaannya pun terbatas untuk acara-acara tertentu, seperti pernikahan, upacara adat kerajaan dan Rambu Solo’.

Daerah Penghasil Kain Tenun di Toraja

Salah satu pusat kerajinan tenun Toraja berada di Kampung Sa’dan. Menurut beberapa informasi, hingga saat ini tersisa 70an perajin yang masih aktif berproduksi. Selain itu ada juga Desa Malimbong, yang terkenal dengan tradisi menenun secara turun-temurun.

Anak-anak di desa tersebut sejak kecil sudah belajar teknik tenun dari motif-motif sederhana. Tujuannya untuk melestarikan kebudayaan mereka agar tidak musnah termakan zaman. Apalagi saat ini pasaran kain semakin sulit, setelah banyak produk-produk import.

Di Kampung Sa’dan Malimbong masih menggunakan alat tenun tradisional. Meski prosesnya memakan waktu lebih lama, namun ketelitian hasilnya tetap unggul daripada mesin. Tak heran jika harga sehelai kainnya terbilang fantastis.

Untuk pewarnanya, masyarakat masih menggunakan bahan-bahan alami. Seperti getah, dedaunan, akar hingga biji-bijian tertentu. Untuk memaksimalkan hasil, mereka mulai menambahkan pewarna buatan, terlebih pada warna yang tidak tersedia secara alami.

Tenun Toraja Masa Kini

Perubahan zaman membuat kain tenun Toraja boleh digunakan oleh siapa saja. Corak dan warnanya pun semakin beragam. Beberapa wisatawan yang datang ke Tana Toraja bisa membelinya untuk oleh-oleh keluarga di rumah. Harga yang ditawarkan tentunya beragam, tergantung kualitas bahan serta kesulitan motifnya.

Itulah penjelasan singkat mengenai sejarah kain tenun Toraja, yang cukup melegenda hingga sekarang. Sebagai Warga Negara Indonesia, tentunya kita wajib bangga dan melestarikannya. Supaya eksistensi tenun Toraja bisa dirasakan sampai ke anak cucu.

Post a Comment for "Mengulas Sejarah Kain Tenun Toraja dan Perkembangannya Hingga Kini"