Kisah Puang Lakipadada, Ilmu Kekekalan Hidup dan Nilai Moral


Kisah Puang Lakipadada, cerita rakyat Toraja yang melegenda! Cerita rakyat merupakan suatu kepercayaan dan adat istiadat yang telah ada sejak dahulu kala. Kisahnya diwariskan secara turun-temurun, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan.

Cerita rakyat sendiri menjadi bagian penting bagi masyarakat suatu daerah. Pada umumnya, kisah-kisah ini tumbuh dan berkembang di kawasan pedesaan yang jauh dari kota. Salah satu contoh cerita rakyat di Toraja yang populer hingga sekarang adalah Puang Lakipadada.

Kisah Puang Lakipadada, yang Berusaha Mencari Ilmu Kekekalan

Lakipadada merupakan sastra lisan yang termasuk dalam kategori cerita mite atau kepahlawanan. Kisah ini berasal dari Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Tokoh Puang Lakipadada dalam cerita ini, dipandang sebagai pencetus berdirinya kerajaan di kawasan Sangalla’.

Jauh sebelum menjadi seorang raja, Lakipadada hidup bersama saudaranya dalam ikatan penuh kasih sayang. Namun suatu hari, saudaranya itu meninggal dunia. Kematian sang saudara membuat Lakipadada menjadi sangat sedih.

Selama itu ia menjadi sering merenung. Terlebih banyak orang yang menasehatinya bahwa setiap manusia pasti mati. Dalam kondisi yang tidak terima, ia memutuskan untuk mencari kehidupan kekal.

Lakipadada bertemu "Puang Ambe` Lumuran" yang diyakini menjadi sang pencipta sekaligus pemilik alam semesta. Ia meminta mustika "tang mate" atau kekekalan. Puang Ambe` Lumuran berjanji memberi kekekalan itu. Namun dengan syarat Lakipadada sanggup tidak tidur selama tujuh hari tujuh malam.

Namun di hari ketiga, Lakipadada tidak bisa lagi menahan kantuknya, ia pun tertidur. Puang Ambe` Lumuran melihatnya, kemudian memotong parang Lakipadada sebagai sanksi. Ketika terjaga, Lakipadada dan Puang Ambe` Lumuran sempat berseteru. Terlebih saat Lakipadada berusaha berbohong.

Hal ini membuat Lakipadada memilih pergi dengan membawa perasaan kecewa. Dalam perjalanan, ia lelah dan memutuskan istirahat. Saat itu, seekor elang besar mengambilnya dengan cakarnya.

Lakipadada diterbangkan ke suatu tempat, tepatnya suku bugis kerajaan Gowa berada. Elang menjatuhkannya di kandang ayam milik masyarakat Gowa. Karena itu, Lakipadada seolah jatuh dari langit. Masyarakat Gowa menjuluki "To Manurung" yang artinya orang asing turun dari langit.

Perkawinan Lakipadada dengan Putri Raja Gowa

Dijatuhkan tepat di kawasan Gowa, nyatanya justru membuat Lakipadada bertemu jodohnya. Perawakannya yang bagus dan tampan, ia dikawinkan dengan salah seorang putri bangsawan Gowa. Dari pernikahan tersebut lakipadada dikaruniai 3 orang anak. Bahkan, semua keturunannya berhasil menjadi raja.

Melalui ketiga putranya, Lakipadada melanjutkan serta mendirikan kerajaan di jazirah Sulawesi Selatan. Putra sulung Lakipadada yakni Patta La Bantan, diutus ke Toraja untuk meneruskan kerajaan kakeknya. Yaitu kerajaan Batu Borong di Sangalla yang sudah tidak lagi Lakipadada pegang.

Putra keduanya bernama Patta La Bunga, diutus ke Tanah Luwu kemudian membuat kerajaan baru di Palopo. Sedangkan putra ketiga yakni Patta Lamerang, memilih menetap di Gowa. Kemudian menggantikan sang ayah menjadi Raja di Gowa.

Cerita Lakipadada dan Nilai Moral yang Terkandung

Kisah Puang Lakipadada ini setidaknya tertulis dalam tiga versi. Ada yang berasal dari versi Gowa, Bantaeng, hingga Toraja. Bone juga mempunyai versi tersendiri tentang Lakipadada. Meski begitu, sebagian besar kisahnya tetap sama.

Kisah ini menjadi salah satu cerita rakyat Toraja. Isinya mengisahkan kematian yang pasti akan terjadi pada setiap umat manusia. Karena hingga di akhir cerita, Lakipadada tidak mampu menemukan mustika yang ia mau. Sehingga hidupnya tidak kekal abadi.

Bagi masyarakat Toraja, kisah Puang Lakipadada wajib diketahui oleh setiap lapisan. Bahkan kisahnya menjadi inspirasi sebuah tugu monumen yang berdiri kokoh hingga sekarang.

Post a Comment for "Kisah Puang Lakipadada, Ilmu Kekekalan Hidup dan Nilai Moral"