Pasilliran Kambira, Kuburan Pohon Bayi di Tanah Toraja

Dari kejauhan umumnya terlihat seperti pohon rindang biasa. Keindahan alam masih sangat terjaga. Namun jika diperhatikan dengan seksama, akan ada perasaan yang berbeda. Pohon-pohon besar dan tua memiliki tambalan pada setiap sisinya. Lubang tambalan itu didalamnya terdapat bayi orang Toraja yang meninggal. Teknik atau tradisi penguburan unik selain makam batu dan gua-gua Tana Toraja yang terkenal.

Orang Toraja biasa menyebutnya Passiliran, sebuah prosesi mengubur seorang bayi di batang pohon Tarra. Pohon tarra atau pohon sukun banyak mengandung getah putih. Mereka percaya bahwa pohon ini adalah pengganti rahim. Sedangkan getah pohonnya dianggap sebagai pengganti air susu ibu atau ASI.

Pasilliran Kambira Meruapakan Kuburuan Bayi Terkenal Di Toraja

Menurut informasi dari warga lokal khususnya Toraja yang telah di rangkum Tondok Toraya, penguburan seorang bayi di pohon yang disebut Passilliran dalam bahasa Toraja, hanya dilakukan oleh orang Toraja yang menganut Aluk Todolo (kepercayaan pada leluhur).

Pohon Tarra dipilih sebagai tempat untuk mengubur bayi-bayi karena pohon itu banyak mengandung getah yang merupakan pengganti ASI.

Kompleks kuburan bayi di pohon ini bisa ditemui di Baby Grave Kambira. Terletak di daerah pegunungan Sulawesi Selatan, 306 km dari ibu kota Sulawesi Selatan.

Bertentangan dengan yang lain, kepercayaan nenek moyang masyarakat Toraja Aluk Todolo menyatakan bahwa kematian anak yang giginya belum tumbuh tidak boleh dikubur seperti orang dewasa. Anak yang meninggal akan dikubur di pohon yang menjadi takdir hidupnya setelah mati.

Anak bayi akan dikubur dalam posisi meringkuk di pohon. Tidak ada kain, pakaian atau kafan. Seperti bayi dalam kandungan ibunya. Kemudian pohon yang dikubur bayi itu ditambal dengan ijuk. Tidak rapat, tujuannya agar oksigen tetap bisa keluar masuk liang pohon.

Hutan yang lebat membuat area pemakaman terasa lebih mistis. Dari atas ke bawah, terlihat petak-petak sarang penguburan anak-anak yang masih bayi. Bukan tanpa alasan, kedudukan sosial yang dianut anak ketika dilahirkan. Semakin tinggi peringkat keluarganya, semakin tinggi pula tempat bayi tersebut ditempatkan.

Pemandangan di Tana Toraja yang tiada tara. Pohon di Kambira dijaga dan juga dilestarikan. Membuat pohon Tarra lebih besar dari sebelumnya. Masyarakat Toraja tidak menebang pohon ini, karena keberadaan pohon Tarra dipercaya sebagai kelanjutan dari perjalanan sang anak menuju alam baka.

Meski sering dilubangi sebagai tempat pemakaman, pohon Tarra tetap bisa hidup seperti pohon biasa lainnya. Ini adalah pengaruh dari getah pohon yang membantu lubang sebelumnya di pohon mengering dengan cepat dan membuat kondisi seperti  sebelumnya.

Dan juga sistem kepercayaan Toraja tidak mengizinkan seorang ibu yang baru melahirkan untuk melihat pemakaman anaknya di pohon Tarra. Sang ibu menganggap tidak pantas melihat bayinya sampai satu tahun. Agar ibu tidak larut dalam rasa sedih. Ini meningkatkan peluang ibu untuk memiliki bayi di masa depan.

Pohon Tarra tumbuh berdampingan dengan berbagai jenis pohon di Kambira. Batang pohon Tarra dapat menampung 10 liang kuburan untuk anak-anak. Liang pohon untuk tempat penguburan juga disesuaikan ke rumah orang tuanya.

Saat ini tradisi Pasiliran tidak lagi dipraktekkan. Masuknya agama baru yang menyebar dengan cepat menyebabkan ditinggalkannya ritual penguburan anak di pohon ini. Secara khusus, sejak tahun 1970an, anak-anak bayi tidak lagi dimakamkan di pohon Tarra.

Seperti itulah sejarah sampai ada Pasilliran Kambira atau Kuburan Pohon Bayi di Tanah Toraja yang menjadi salah satu destinasi wisata terkenal di Dunia.

Post a Comment for "Pasilliran Kambira, Kuburan Pohon Bayi di Tanah Toraja"